Rabu, 12 Agustus 2009

indikator Anak Berbakat

Orang tua mana yang tak ingin punya anak berbakat? Bagaimana, sih, cara mendeteksi bakat si cilik? "Anak sulung saya luar biasa aktif. Dia juga pintar dan suka sekali bertanya. Kadang, pertanyaannya bikin kami kewalahan. Teman-teman saya bilang, si sulung termasuk anak berbakat," tutur Andika, ayah dua anak tentang putra sulungnya yang berusia 4 tahun. Banyak orang dengan mudah menyimpulkan si A, si B, atau si C anak berbakat. Entah karena ia selalu jadi juara kelas, juara lomba, dan sebagainya. Bahkan, anak yang belum pernah menunjukkan prestasinya di bidang tertentu pun, sering dikatakan anak berbakat. Misalnya, suaranya merdu saat menyanyi. Sebenarnya, seperti apa sih, yang dimaksud anak berbakat? 

Beda Pintar & Berbakat 

Menurut pakar psikologi pendidikan, Prof. Dr. S.C. Utami Munandar, anak berbakat berbeda dengan anak pintar. "Bakat berarti punya potensi. Sedangkan pintar bisa didapat dari tekun mempelajari sesuatu," jelasnya. Tapi meski tekun namun tak berpotensi, seseorang tak akan bisa optimal seperti halnya anak berbakat. "Kalau anak tak berbakat musikal, misalnya. Biar dikursuskan musik sehebat apa pun, ya, kemampuannya sebegitu-begitu saja. Tak akan berkembang." "Sebaliknya, jika anak berbakat tapi lingkungannya tak menunjang, ia pun tak akan berkembang." Soal bakat musik tadi, misalnya. Jika di rumah tak ada alat-alat musik, bakatnya akan terpendam," jelas guru besar tetap Fakultas Psikologi UI ini. 

Pada anak hiperaktif, jelasnya,"Konsentrasinya kurang terfokus. Jadi, hanya gerak fisiknya yang aktif tapi tak menunjukkan kelincahan intelektual. Aktivitasnya pun sering tanpa tujuan." Kendati dia suka bertanya, tapi tak berkonsentrasi pada jawabannya. Konsentrasinya mudah buyar jika ada hal lain yang menarik perhatiannya. Lain hal dengan anak berbakat. "Jika ia lari ke sana-sini, pasti ada tujuannya. Jika ia tertarik pada sesuatu, ia akan duduk diam dalam waktu yang lama, asyik sendiri mengerjakan sesuatu," terang Ketua Yayasan Indonesia untuk Pendidikan dan Pengembangan Anak Berbakat ini. 

Perkembangan Lebih Cepat 

Bakat anak, lanjut Utami, berkaitan dengan kerja belahan otak kiri dan kanan. Belahan otak kanan berhubungan dengan kreativitas, imajinasi, intuisi. Sedangkan belahan yang kiri untuk kecerdasan. Nah, anak berbakat umumnya menunjukkan IQ di atas rata-rata, yaitu minimal 130. "Namun tak berarti anak dengan IQ rata-rata, yaitu 90-110, tak akan berbakat," tukas Utami. Anggapan orang bahwa IQ menetap seumur hidup, menurutnya, sama sekali tak benar. "Ada, kok, anak yang sebelumnya ber-IQ di bawah rata-rata, tapi dengan stimulasi dan pendekatan yang baik bisa berubah jadi di atas rata-rata," paparnya. 

Tapi IQ bukan satu-satunya yang menentukan seorang anak disebut berbakat atau tidak. Masih ada faktor lain lagi, yaitu CQ atau kreativitas, yang juga harus di atas rata-rata, minimal 250. Selain itu, tambah Utami, "Ia juga harus memiliki task commitment, yakni kemampuan pengikatan diri terhadap tugas atau motivasi. Jadi, ada keinginan dan ketekunan untuk menyelesaikan sesuatu." 

Nah, untuk mendeteksi apakah seorang anak berbakat atau tidak, menurut Utami, bisa dilihat dari perkembangan motoriknya. Anak berbakat, perkembangan motoriknya lebih cepat dibanding anak biasa. Entah dalam berbicara, berjalan, maupun membaca. Misalnya, umur 9 bulan sudah bisa jalan (normalnya, usia 12,5 bulan). Selain itu, ia juga cepat dalam memegang sesuatu dan membedakan bentuk serta warna. Untuk kemampuan membaca, kadang anak berbakat memperolehnya dari belajar sendiri. Yaitu dari mengamati dan menghubung-hubungkan. Misalnya dari memperhatikan lalu-lintas, teve, atau buku. 

Anak berbakat juga senang bereksplorasi atau menjajaki. "Jadi, kalau ia mempreteli barang-barang, bukan karena dia nakal tapi karena rasa ingin tahunya," terang Utami. Tentang rasa ingin tahu yang tinggi ini, terangnya lebih lanjut, memang pada umumnya dimiliki anak kecil. Hanya, pada anak berbakat, cara mengamatinya lebih kental dibanding anak-anak biasa. Hal lain yang menjadi karakteristik anak berbakat ialah bicaranya bisa sangat serius. Pertanyaannya sering menggelitik dan tak terduga. Kadang ia tak puas dengan jawaban yang diberikan, sehingga terus berusaha mencari jawaban-jawaban lain. 

Pentingnya Stimulasi Lingkungan 

Meski demikian, Utami menyarankan orang tua tak lantas mudah melakukan generalisasi. "Mentang-mentang perkembangan motorik anaknya lambat, lantas dikira tak berbakat. Belum tentu, lo," katanya. Sebab, perkembangan setiap anak berbeda. Ada yang cepat dalam perkembangan bicara dan bahasanya tapi motoriknya lambat, dan sebagainya. "Bisa saja terjadi, anak yang dulu perkembangan bicaranya lambat, ternyata ketika besar menjadi sarjana sastra yang terkenal," ujarnya. Dengan kata lain, meski perkembangannya lambat, bisa saja nantinya ia berkembang menjadi anak berbakat dan mengejar ketinggalannya. Hanya saja, hal itu tak akan terjadi dengan sendirinya. "Semuanya tergantung dari lingkungan. Bagaimana stimulasi lingkungan akan sangat mempengaruhi perkembangan bakat anak," tukas Utami. Semakin dini orang tua memberikan stimulasi, akan semakin baik. Misalnya, dengan mengajak anak bercakap-cakap sejak ia masih bayi. "Banyak orang tua menganggap, bayi belum mengerti apa-apa sehingga belum perlu diajak bicara." 

Padahal, mengajak anak sering-sering berbicara sangat perlu. "Itu akan merangsang perkembang bahasanya dan berarti membuatnya terangsang untuk berbicara," tutur Utami. Begitu juga untuk mengembangkan keinginan anak akan eksplorasi. Sejak usia bayi hal ini sudah dapat dilakukan. Misalnya, tempat tidur bayi tak dibiarkan kosong melompong, tapi "diisi" dengan mainan gantung yang dapat merangsangnya. "Sesekali, dekatkan benda-benda yang terang ke dekat matanya agar ia bisa melihat jelas atau menyentuhnya. Ini sama dengan melatih koordinasi antara tangan dan matanya," kata Utami. Selain itu, tambah pakar kreativitas ini, beri ia kesempatan untuk melatih berbagai keterampilannya. Saat membacakan cerita, misalnya, "Orangtua tak melulu membaca tapi juga mengajukan pertanyaan agar si anak terbiasa berpikir kreatif." 

Cukup Alat Sederhana 

Sarana dan prasarana pendidikan di rumah yang memungkinkan bakat si anak tercium, tentu saja perlu. Buku bacaan, alat musik/olahraga, atau mainan edukatif, sangat penting. Dari benda-benda itulah, akan terlihat ke mana bakat si anak. Apakah pada musik, olahraga, teknik, atau intelektual. "Dari situ juga akan terlihat derajat besarnya bakat tiap anak." Memang, aku Utami, tak semua orang mampu membeli alat-alat musik yang mahal. Untuk mendeteksi bakat musik, tak perlu punya piano. "Cukup dengan radio atau teve. Dari cepatnya si kecil menghapal nyanyian bahkan untuk melodi yang sulit-sulit, itu sudah menunjukkan bakatnya," terang penulis buku Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah ini. Selain itu, asalkan orang tua kreatif, alam pun sudah menyediakan berbagai sarana. Misalnya, membuat mainan dari biji-bijian atau dedaunan. "Sebaiknya dalam melakukan permainan, orang tua juga ikut terjun bermain. Sehingga anak dapat menikmati kegiatan itu dan mempunyai kepercayaan diri untuk mengembangkannya," kata Utami. 

Perlakuan Khusus 

Setelah bakat anak ditemukan, orang tua seyogyanya memberi peluang pada anak untuk mengembangkan bakatnya. Yakni, dengan menciptakan lingkungan yang mendorong perkembangan bakat itu. Seperti sudah disinggung di atas, sekalipun seorang anak berbakat namun lingkungannya tak mendukung, maka ia tak akan berkembang. "Memang anak berbakat akan belajar lebih cepat dan melakukan segala sesuatu lebih baik ketimbang anak biasa, sehingga tampaknya tak perlu mendapatkan perhatian khusus. Padahal, tidak demikian," kata Utami. Setiap anak, lanjutnya, entah ia berbakat atau tidak, punya hak untuk mendapatkan pendidikan yang menarik dan menantang. Tapi karena kebutuhan, minat, dan perilaku yang "lebih" dibanding anak lainnya, mau tak mau, anak berbakat harus mendapatkan pengarahan khusus. Hanya, Utami mengingatkan, jangan sampai perlakuan khusus itu merugikan. Baik bagi si anak itu sendiri maupun anak lain. Misalnya, orang tua sering menonjol-nonjolkan anaknya yang berbakat dibanding anaknya yang lain. 

"Dampak buruknya, ego si anak semakin menghebat dan bisa juga ia rasakan sebagai beban. Sebab, seperti anak-anak lainnya, ia pun punya masalah emosional," terangnya. Sebaliknya bagi anak lain, bisa timbul rasa persaingan antara saudara. "Kok, dia melulu yang dipuji?" Karena itu, Utami menganjurkan orang tua bersikap tak menunjukkan si berbakat itu istimewa, tapi lebih pada memberikan rangsangan-rangsangan istimewa. Sebetulnya, yang paling penting dilakukan orang tua, kata Utami, "Mencoba menemukan bakat pada setiap anaknya karena masing-masing anak punya kekuatan tersendiri sehingga anak tak perlu merasa iri satu sama lain." Nah, tunggu apalagi? Semakin cepat dan semakin sering kita memberi rangsangan pada si kecil, bakat terpendamnya pun akan segera kita temukan. 

Ciri-ciri Intelektual/Belajar 

Mudah menangkap pelajaran, ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis-kritis, memahami hubungan sebab-akibat), daya konsentrasi baik (perhatian tak mudah teralihkan), menguasai banyak bahan tentang macam-macam topik, senang dan sering membaca, ungkapan diri lancar dan jelas, pengamat yang cermat, senang mempelajari kamus maupun peta dan ensiklopedi. Cepat memecahkan soal, cepat menemukan kekeliruan atau kesalahan, cepat menemukan asas dalam suatu uraian, mampu membaca pada usia lebih muda, daya abstraksi tinggi, selalu sibuk menangani berbagai hal. 

Ciri-ciri Kreativitas 

Dorongan ingin tahunya besar, sering mengajukan pertanyaan yang baik, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah, bebas dalam menyatakan pendapat, mempunyai rasa keindahan, menonjol dalam salah satu bidang seni, mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya serta tak mudah terpengaruh orang lain, rasa humor tinggi, daya imajinasi kuat, keaslian (orisinalitas) tinggi (tampak dalam ungkapan gagasan, karangan, dan sebagainya. Dalam pemecahan masalah menggunakan cara-cara orisinal yang jarang diperlihatkan anak-anak lain), dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal baru, kemampuan mengembangkan atau memerinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi). 

Ciri-ciri Motivasi 

Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu lama, tak berhenti sebelum selesai), ulet menghadapi kesulitan (tak lekas putus asa), tak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi, ingin mendalami bahan/bidang pengetahuan yang diberikan, selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tak cepat puas dengan prestasinya), menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah "orang dewasa" (misalnya terhadap pembangunan, korupsi, keadilan, dan sebagainya). Senang dan rajin belajar serta penuh semangat dan cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya (jika sudah yakin akan sesuatu, tak mudah melepaskan hal yang diyakini itu), mengejar tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan kebutuhan sesaat yang ingin dicapai kemudian), senang mencari dan memecahkan soal-soal. 

Sumber : Tabloid Nakita


Tidak ada komentar: