Kue keranjang (sering disingkat Kue ranjang) yang disebut juga sebagai Nian Gao (年糕) atau dalam dialek Hokkian Tii Kwee (甜棵) [1], yang mendapat nama dari wadah cetaknya yang berbentuk keranjang [2], adalah kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula [3], serta mempunyai tekstur yang kenyal dan lengket [4]. Kue ini merupakan salah satu kue khas atau wajib perayaan tahun baru Imlek [5][6][7], walaupun tidak di Beijing pada suatu saat [8]. Kue keranjang ini mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, enam hari menjelang tahun baru Imlek (Jie Sie Siang Ang), dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek. Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh (malam ke-15 setelah Imlek)
Dipercaya pada awalnya kue, ini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa Tungku agar membawa laporan yang menyenangkan kepada raja Surga (玉皇大帝,Yu Huang Da Di). Selain itu, bentuknya yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang
Kue keranjang diproduksi banyak kota, salah satunya adalah di Bogor [11] dan Yogyakarta
Asal-usul nama
Kue keranjang memiliki nama asli Nien Kao atau Ni-Kwee yang disebut juga kue tahunan karena hanya dibuat setahun sekali pada masa menjelang tahun baru Imlek. Di Jawa Wetan disebut sebagai kue keranjang sebab dicetak dalam sebuah "keranjang" bolong kecil, sedangkan di Jawa Kulon diberi nama Kue Cina untuk menunjukkan asal kue tersebut yaitu Cina, walaupun ada beberapa kalangan yang merujuk pada suku pembuatnya, yaitu orang-orang Tionghoa.[13].
Sedangkan dalam dialek Hokkian, tii kwee berarti kue manis, yang menyebabkan orang-orang tidak sulit menebak kalau kue ini rasanya manis.
Arti di balik kue keranjang
Di Cina terdapat kebiasaan saat tahun baru Imlek untuk terlebih dahulu menyantap kue keranjang sebelum menyantap nasi sebagai suatu pengharapan agar dapat selalu beruntung dalam pekerjaannya sepanjang tahun.
Nien Kao atau Nian Gao, kata Nian sendiri berati tahun dan Gao berarti kue dan juga terdengar seperti kata tinggi, oleh sebab itu kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas makin mengecil kue yang disusun itu, yang memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah. Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.
Cara menyajikan
Kue yang terbuat dari beras ketan dan gula ini dapat disimpan lama, bahkan dengan dijemur dapat menjadi keras seperti batu dan awet. Sebelum menjadi keras kue tersebut dapat disajikan langsung, akan tetapi setelah keras dapat diolah terlebih dahulu dengan digoreng menggunakan tepung dan telur ayam dan disajikan hangat-hangat. Dapat pula dijadikan bubur dengan dikukus (di-tjwee) kemudian ditambahkan bumbu-bumbu kesukaan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar