Belakangan ini kasus akibat kekerasan di sekolah makin sering ditemui. Selain tawuran sebenarnya ada dua bentuk perilaku agresif atau kekerasan yang mungkin sudah lama terjadi di sekolah-sekolah namun tidak mendapatkan perhatian. Bahkan ada pihak-pihak yang tidak mengganggapnya sebagai suatu hal yang serius.
Kekerasan yang dimaksud adalah bullying atau sering disebut disebut peer victimization dan hazing. Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih ‘lemah’ oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih ‘kuat’. Perbuatan pemaksaan atau menyakiti ini terjadi di dalam sebuah kelompok misalnya kelompok siswa satu sekolah, itulah sebabnya disebut sebagai peer victimization.
Sedangkan hazing adalah kegiatanyang biasanya dilakukan oleh anggota kelompok yang lebih senior berupa keharusan bagi yunior untuk melakukan tugas-tugas memalukan, melecehkan, bahkan juga menyiksa atau setidaknya menimbulkan ketidaknyamanan fisik maupun psikis sebagai syarat penerimaan anggota baru sebuah kelompok. Kegiatan semacam ini dikenal dengan MOS (Masa Orientasi Studi) yang biasanya sudah merupakan tradisi dari tahun ke tahun terutama di SMP dan SMU di Indonesia.
Walaupun tujuan hazing adalah sebagai inisiasi penerimaan seseorang dalam sebuah kelompok, dan biasanya hanya berlangsung beberapa hari, namun belakangan ini ada kecenderungan untuk memperpanjang masa inisiasi secara informal. Misalnya saja setelah MOS sekolah, maka ada lagi inisiasi dari kelompok ekskulnya, yang biasanya berbulan-bulan. Di sebagian negara Barat, baik hazing maupun bullying dianggap sebagai hal yang serius, karena banyak penelitian yang menunjukkan dampak negatif dari perilaku ini bagi perkembangan anak. Beberapa dampak yang paling menonjol bagi siswa adalah keengganan/ketakutan untuk datang ke sekolah, depresi dari ringan sampai berat, prestasi belajar yang menurun.
Bentuk bullying
Di Indonesia, sejak 5 tahun terakhir, gejala bullying di sekolah mulai diperhatikan media massa, walau dengan istilah yang beragam. Dalam bahasa pergaulan kita sering mendengar istilah gencet-gencetan atau juga senioritas. Masih banyak bentuk bullying yang tidak terlihat langsung, padahal dampaknya sangat serius. Misalnya, ketika ada siswa yang dikucilkan, difitnah, dipalak, dan masih banyak lagi kekerasan lain yang termasuk dalam perilaku bullying ini.
Mengapa bullying terjadi ?
Diawali adanya tradisi inisiasi (hazing) yang menimbulkan perasaan tertekan bagi siswa, kadang menjadi kronis. Bahkan sampai ada yang melakukan usaha bunuh diri.
Remaja butuh identitas sosial yang sangat kuat, sehingga mereka akan menerima saja segala persyaratan yang diberikan oleh kelompok tertentu.
Keinginan untuk tidak lagi terlalu bergantung keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya.
Pembagian peran bullying
Terjadinya bullying di sekolah menurut Salmivalli dan kawan-kawan merupakan proses dinamika kelompok dan di dalamnya ada pembagian peran. Peran-peran tersebut adalah bully, asisten bully, reinforcer, victim, defender, dan outsider.
Bully , yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin. Berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying.
Asisten bully juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung bergantung atau mengikuti perintah bully.
Reinforcer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, mentertawakan korban, memprovokasi bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya.
Defender adalah orang-orang yang berusaha membela dan membantu korban. Seringkali mereka akhirnya menajdi korban juga.
Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun, seolah-olah tidak peduli.
Tidak semua korban akan menjadi pendukung bullying, namun yang paling memprihatinkan adalah korban-korban yang kesulitan untuk keluar dari lingkaran kekerasan ini. Mereka mempersepsikan dirinya selalu sebagai pihak yang lemah, yang tidak berdaya, padahal mereka juga asset bangsa yang pasti memiliki kelebihan-kelebihan lain. Upaya untuk menghentikan kekerasan bullying di sekolah ini memerlukan kerjasama dari semua pihak. Sekolah harus menjadi tempat yang aman, menyenangkan, merangsang keinginan untuk belajar, bersosialisasi dan mengembangkan semua potensi siswa baik akademik, sosial ataupun emosinal.
Bagaimana tanda-tanda anak korban bullying ?
Kesulitan dalam bergaul.
Merasa takut datang ke sekolah sehingga sering bolos.
Ketinggalan pelajaran.
Mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran.
Kesehatan mental dan fisik (jangka pendek/jangkan panjang) akan terpengaruh.
Sumber : www.anakku.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar