Guna menumbuhkan minat mendongeng di kalangan orangtua dan praktisi pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Psikologi Universitas Indonesia menggagas pendirian Pusat Kajian Dongeng. Aktivitas mendongeng dinilai perlu dibangkitkan kembali sebagai jembatan komunikasi dengan anak, sekaligus ajang sosialisasi nilai-nilai moral dalam keluarga.
Dalam seminar dan lokakarya di Depok, Sabtu (9/7), psikolog Sarlito W Sarwono dari Badan Penelitian dan Pengembangan Psikologi UI mengungkapkan, Pusat Kajian Dongeng itu nantinya akan melibatkan berbagai unsur masyarakat. Berbagai materi untuk mendongeng, katanya, bisa disosialisasikan lewat berbagai media, termasuk internet.
Pusat Kajian Dongeng ini bertujuan menggiatkan penelitian, pelatihan, publikasi mengenai dongeng, serta mengembangkan dongeng baru sesuai tuntutan zaman. Sumbernya tidak cuma budaya Indonesia, tetapi juga dongeng-dongeng dari mancanegara yang memiliki nilai-nilai pendidikan universal. Melalui cara sederhana, murah, mendasar namun berbobot, kita bisa berdayakan masyarakat supaya bisa meningkatkan diri dari generasi ke generasi untuk membangun dunia yang damai, kata Sarlito.
Kian dangkal
" Ketua Komisi Nasional (Komnas) Anak Seto Mulyadi menyatakan, pada era globalisasi ini komunikasi antara orangtua dan anak makin dangkal. Selain akibat apa yang ia sebut gempuran budaya visual, kenyataan ini diperparah oleh kecenderungan pengalihan tanggung jawab pengasuhan anak kepada lembaga pendidikan formal. Akibatnya, anak tidak terbiasa berdialog dan kehilangan kreativitas.
Ini menimbulkan problem kejiwaan pada anak. Mereka cenderung menggunakan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, aktivitas mendongeng perlu dibangkitkan kembali sebagai jembatan komunikasi dan ajang sosialisasi nilai-nilai moral dalam keluarga, ujarnya.
Melalui dialog batin dengan cerita yang didongengkan, tanpa sadar anak telah menyerap beberapa sifat positif, seperti keberanian, kejujuran, rasa cinta tanah air, kemanusiaan, menyayangi binatang, serta membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Mendongeng bisa dilakukan orang tua maupun para guru pada bayi dalam kandungan sampai anak duduk di bangku sekolah dasar, kata Seto.
Kegiatan mendongeng juga bermanfaat untuk menjalin komunikasi yang akrab antara orangtua dan anak maupun antara guru dan murid. Kegiatan mendongeng ini juga mengembangkan imajinasi dan kreativitas karena melambungnya anak ke dunia fantasi tanpa batas, seperti binatang yang bisa berbicara dan bertingkah laku seperti manusia, atau buah-buahan yang bisa memberi nasihat.
Imajinasi, pada batas-batas tertentu berkaitan erat dengan kreativitas tutur Seto. Selain itu, mendongeng membantu merangsang berbagai aspek perkembangan anak, terutama sisi intelektual dan emosi. Melalui dongeng yang diceritakan secara menarik, anak mempelajari nilai-nilai moral dan pengetahuan akan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Kegiatan ini juga merangsang perkembangan bahasa anak.
Budaya kata-kata
Jusuf Sutanto, pengurus Pusat Penelitian Selo Soemardjan, menuturkan, pesan yang diterima oleh pendengaran manusia lebih berkesan karena sudah ada jauh lebih dulu daripada budaya membaca dan menulis.
Melalui kisah-kisah dalam dongeng, orang dewasa, terutama orangtuanya, secara turun-temurun dapat menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai luhur kepada anak.
Untuk menulis dongeng yang berbobot dan menuturkannya secara tepat dan menarik sehingga terkesan sepanjang hidupnya, tidak semudah yang dikira orang. Ibarat mata air atau letupan magma di gunung berapi, dongeng merupakan buah pengalaman budaya dari suatu masyarakat yang berasal dari masa lalu mengenai hakikat kehidupan. Karena itu, peran orangtua menjadi sangat penting. (EVY) http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0507/12/072904.htm
Dalam seminar dan lokakarya di Depok, Sabtu (9/7), psikolog Sarlito W Sarwono dari Badan Penelitian dan Pengembangan Psikologi UI mengungkapkan, Pusat Kajian Dongeng itu nantinya akan melibatkan berbagai unsur masyarakat. Berbagai materi untuk mendongeng, katanya, bisa disosialisasikan lewat berbagai media, termasuk internet.
Pusat Kajian Dongeng ini bertujuan menggiatkan penelitian, pelatihan, publikasi mengenai dongeng, serta mengembangkan dongeng baru sesuai tuntutan zaman. Sumbernya tidak cuma budaya Indonesia, tetapi juga dongeng-dongeng dari mancanegara yang memiliki nilai-nilai pendidikan universal. Melalui cara sederhana, murah, mendasar namun berbobot, kita bisa berdayakan masyarakat supaya bisa meningkatkan diri dari generasi ke generasi untuk membangun dunia yang damai, kata Sarlito.
Kian dangkal
" Ketua Komisi Nasional (Komnas) Anak Seto Mulyadi menyatakan, pada era globalisasi ini komunikasi antara orangtua dan anak makin dangkal. Selain akibat apa yang ia sebut gempuran budaya visual, kenyataan ini diperparah oleh kecenderungan pengalihan tanggung jawab pengasuhan anak kepada lembaga pendidikan formal. Akibatnya, anak tidak terbiasa berdialog dan kehilangan kreativitas.
Ini menimbulkan problem kejiwaan pada anak. Mereka cenderung menggunakan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, aktivitas mendongeng perlu dibangkitkan kembali sebagai jembatan komunikasi dan ajang sosialisasi nilai-nilai moral dalam keluarga, ujarnya.
Melalui dialog batin dengan cerita yang didongengkan, tanpa sadar anak telah menyerap beberapa sifat positif, seperti keberanian, kejujuran, rasa cinta tanah air, kemanusiaan, menyayangi binatang, serta membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Mendongeng bisa dilakukan orang tua maupun para guru pada bayi dalam kandungan sampai anak duduk di bangku sekolah dasar, kata Seto.
Kegiatan mendongeng juga bermanfaat untuk menjalin komunikasi yang akrab antara orangtua dan anak maupun antara guru dan murid. Kegiatan mendongeng ini juga mengembangkan imajinasi dan kreativitas karena melambungnya anak ke dunia fantasi tanpa batas, seperti binatang yang bisa berbicara dan bertingkah laku seperti manusia, atau buah-buahan yang bisa memberi nasihat.
Imajinasi, pada batas-batas tertentu berkaitan erat dengan kreativitas tutur Seto. Selain itu, mendongeng membantu merangsang berbagai aspek perkembangan anak, terutama sisi intelektual dan emosi. Melalui dongeng yang diceritakan secara menarik, anak mempelajari nilai-nilai moral dan pengetahuan akan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Kegiatan ini juga merangsang perkembangan bahasa anak.
Budaya kata-kata
Jusuf Sutanto, pengurus Pusat Penelitian Selo Soemardjan, menuturkan, pesan yang diterima oleh pendengaran manusia lebih berkesan karena sudah ada jauh lebih dulu daripada budaya membaca dan menulis.
Melalui kisah-kisah dalam dongeng, orang dewasa, terutama orangtuanya, secara turun-temurun dapat menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai luhur kepada anak.
Untuk menulis dongeng yang berbobot dan menuturkannya secara tepat dan menarik sehingga terkesan sepanjang hidupnya, tidak semudah yang dikira orang. Ibarat mata air atau letupan magma di gunung berapi, dongeng merupakan buah pengalaman budaya dari suatu masyarakat yang berasal dari masa lalu mengenai hakikat kehidupan. Karena itu, peran orangtua menjadi sangat penting. (EVY) http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0507/12/072904.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar